BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Model adalah representasi suatu fenomena, baik
nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena
tersebut. Model jelas bukan fenomena itu sendiri. Akan tetapi, peminat
komunikasi, termasuk mahasiswa, sering mencampuradukkan model komunikasi dengan
fenomena komunikasi.
Hanya saja model tersebut sekaligus mereduksi
fenomena komunikasi artinya ada nuansa komunikasi lainnya yang mungkin
terabaikan dan tidak terjelaskan oleh model tersebut.
Sehubungan dengan beberapa hal diatas, penulis
mengangkat judul “Model-model Komunikasi”. Hal ini dimaksudkan agar pembaca
mengetahui model-model komunikasi.
1.2
Tujuan
a)
Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
b)
Agar pembaca mengetahui model komunikasi Schramm
1.3
Manfaat
a)
Meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca
b)
Mengetahui dan memahami model komunikasi Schramm
BAB II
PEMBAHASAN
Model komunikasi adalah representasi fenomena
komunikasi dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting guna memahami suatu proses
komunikasi.
Menurut Sereno dan Mortensen, suatu model
komunikasi adalah deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya
komunikasi. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan, model adalah analogi yang
mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau
komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.
Sebagian ahli memaknai model sebagai
penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar. Karena itu,
hakikatnnya model adalah alat bantu. Sebagai alat bantu, model mempermudah
penjelasan fenomena komunikasi dengan mempresentasikan secara abstrak ciri-ciri
yang dianggap penting dan menghilangkan rincian yang tidak perlu.
Karena hubungan antara model dengan teori
begitu erat, model sering dicampuradukkan dengan teori. Kita dapat menggunakan
kata-kata, angka, simbol, dan gambar untuk melukiskan model suatu objek, teori
atau proses.
Dilihat dari bentuknya, model komunikasi dasar
yang akan kita bahas adalah :
- Model komunikasi Wilburn Schramm
- Model komunikasi Interaksional
Wilbur Schramm (1954) merupakan orang pertama
yang mengubah model Shannon and Weaver. Ia memiliki konsep decoding dan
encoding sebagai aktivitas yang dilakukan secara simultan oleh pengirim dan
penerima, Wilbur juga membuat ketentuan-ketentuan untuk
pertukaran dua arah pesan.
- Schramm memberikan gagasan tambahan “field of experience”, atau kerangka acuan psikologis, hal ini merujuk pada jenis orientasi atau sikap dari interactants (orang yang berinteraksi) mempertahankan terhadap satu sama lain.
- Termasuk Feedback
Komunikasi timbal balik, dua arah, meskipun umpan balik mungkin tertunda :
- Beberapa metode-metode komunikasi yang sangat langsung, seperti ketika Anda berbicara dan direspon langsung oleh seseorang.
- Bentuk lain yang cukup langsung seperti menggeliat ketika pembicara terus menerus bericara, mengerutkan hidung dan menggaruk kepala bila pesan terlalu abstrak atau mengubah posisi tubuh anda ketika anda berpikir bahwa sudah giliran anda berbicara.
- Masih jenis lain umpan balik yang sama sekali tidak langsung.
Dalam model Schramm dia
catatan, seperti yang dilakukan Aristoteles, komunikasi yang selalu membutuhkan
tiga elemen - sumber, pesan dan tujuan. Idealnya, sumber encode pesan dan
mengirimkannya ke tempat tujuan melalui beberapa saluran, di mana pesan telah
diterima dan diterjemahkan.
Namun mengambil
aspek-aspek sosiologis yang terlibat dalam komunikasi menjadi pertimbangan,
Schramm menunjukkan bahwa untuk memahami berlangsung antara sumber dan tujuan,
mereka harus memiliki sesuatu yang sama.
Jika
sumber dan tujuan bidang tentang pengalaman tumpang tindih, komunikasi dapat
terjadi Jika tidak ada tumpang tindih, atau hanya sebuah area kecil yang
sama, komunikasi sulit. jika tidak mustahil.
Selama bertahun-tahun penyuluh koperasi jasa yang dikembangkan keterampilan yang cukup besar dalam berkomunikasi dengan kelas menengah yang besar Amerika. Keberhasilan itu dapat dimengerti. Sejumlah besar penyuluh berasal dari kelas menengah, dan ada banyak tumpang tindih antara komunikator penyuluhan dan penonton kelas menengah.
Namun, di tahun 1960-an, masa menumbuhkan kesadaran sosial, penyuluh banyak yang menantang - bahkan diwajibkan - untuk bekerja dengan khalayak yang "kurang beruntung". Banyak penyuluh kelas menengah sulit untuk berkomunikasi dengan penonton yang kurang beruntung. Dalam banyak kasus, hanya ada kecil tumpang tindih dalam bidang pengalaman sumber dan penerima yang kurang beruntung.
Perpanjangan bertemu tantangan komunikasi untuk gelar dengan menggunakan individu dari target audiens yang kurang beruntung, melatih mereka, dan pada gilirannya memungkinkan mereka untuk menyediakan hubungan komunikasi penting. Mereka karyawan diberikan judul seperti pembantu pemimpin, asisten gizi, paraprofesional yang membantunya dan nama-nama seperti lainnya.
Selama bertahun-tahun penyuluh koperasi jasa yang dikembangkan keterampilan yang cukup besar dalam berkomunikasi dengan kelas menengah yang besar Amerika. Keberhasilan itu dapat dimengerti. Sejumlah besar penyuluh berasal dari kelas menengah, dan ada banyak tumpang tindih antara komunikator penyuluhan dan penonton kelas menengah.
Namun, di tahun 1960-an, masa menumbuhkan kesadaran sosial, penyuluh banyak yang menantang - bahkan diwajibkan - untuk bekerja dengan khalayak yang "kurang beruntung". Banyak penyuluh kelas menengah sulit untuk berkomunikasi dengan penonton yang kurang beruntung. Dalam banyak kasus, hanya ada kecil tumpang tindih dalam bidang pengalaman sumber dan penerima yang kurang beruntung.
Perpanjangan bertemu tantangan komunikasi untuk gelar dengan menggunakan individu dari target audiens yang kurang beruntung, melatih mereka, dan pada gilirannya memungkinkan mereka untuk menyediakan hubungan komunikasi penting. Mereka karyawan diberikan judul seperti pembantu pemimpin, asisten gizi, paraprofesional yang membantunya dan nama-nama seperti lainnya.
Untuk
berpikir berakhir, mari kita kembali lagi ke ide bahwa komunikasi yang sukses
tergantung pada penerima. Sebagai sumber komunikasi, kita bisa menghabiskan
banyak waktu untuk menyiapkan pesan dan di saluran memilih, tetapi jika
penerima tidak mendapatkan pesan, kami tidak dikomunikasikan.
Contoh
model Schramm tumpang tindih :
· Seorang mahasiswa jurusan
komunikasi dari universitas STIKOM bertemu dengan seorang mahasiswa
jurusan komunikasi dari universitas yang berbeda disitu terjadilah
komunikasi, dengan sukses karena memiliki pengalaman yang
sama akan lebih mudah untuk berkomunikasi.
Schramm membuat serangkai model komunikasi,
dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang
lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba
berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.
Model yang pertama mirip dengan model Shannon
dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua, Schramm memperkenalkan gagasan bahwa
kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran-lah yang sebenarnya
dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan
sasaran. Model ketiga, Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan
kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyendi-balik, mentransmisikan dan
menerima sinyal.
Di sini kita melihat umpan balik dan
”lingkaran” yang berkelanjutan untuk berbagi informasi. Pada model ketiga ini,
Schramm bekerjasama dengan Osgood sehingga dikenal sebagai model sirkular
Osgood dan Schramm (The Osgood and Schramm Circular Model). Jika model Shannon
dan Weaver merupakan proses yang linear, model ini dinilai sebagai sirkular
dalam derajat yang tinggi. Perbedaan lainnya ialah apabila Shannon dan Weaver
menitikberatkan perhatiannya langsung kepada saluran yang menghubungkan
pengirim (sender) dan penerima (receiver) atau dengan kata lain, komunikator
dan komunikan. Schramm dan Osgood menitikberatkan pembahasannya pada perilaku
pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi. Shannon dan Weaver membedakan
source dengan transmitter dan antara receiver dengan distination. Dengan kata
lain, dua fungsi dipenuhi pada sisi pengiriman (transmitting) dan pada sisi
penerimaan (receiving) dari proses. Pada Schramm dan Osgood ditunjukkan
fungsinya yang hampir sama. Digambarkan dua pihak berperilaku sama, yaitu
encoding (menyandi), decoding (menyandi-balik) dan interpreting (menafsirkan).
DI BAWAH INI MERUPAKAN GAMBAR DARI MODEL
SCHARMM :
MODEL
INTERAKSIONAL
Komunikator interaksional merupakan
penggabungan yang kompleks dari individualism sosial; yakni seorang individu
yang mengembangkan potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial. Sebagai
diri sosial, istilah yang menggambarkan individualitas komunikator adalah peran.
Peran dan diri (diri sosial) berkembang hanya melalui interaksi dengan orang
lain. Dengan kata lain, sejak individu mencari perannya dalam masyarakat, dalam
berhubungan dengan orang lain, ia berada dalam proses pengembangan diri dengan
mengambil peran “orang lain” dan mengamati “diri” sebagai objek orientasinya.
Pengalaman dan perilaku yang berulang-ulang dalam waktu lama mempengaruhi
penilaiannya terhadap diri sendiri. Jadi, komunikator dalam model interaksional
itu sedang melaksanakan atau melakukan peran. Sebagian dari perilaku perannya
melibatkan pengambilan peran. Komunikator memandang dirinya dari perspektif “orang
lain” serta memandang orang lain dari perspektif dirinya. Karena itu
komunikator dapat menyesuaikan perilaku dengan orang lain dengan menyelaraskan
tindakan tersebut dengan tindakan orang lain. Komunikator merupakan actor dalam
dan pengamat pada proses komunikatif. Tugasnya adalah mengamati diri(sebagai
objek) dan orang lain, dan untuk menyesuaikan perilakunya sesuai dengan itu.
Dalam proses pengambilan peran dan penyelarasan
perilaku, secara jelas komunikator berhubungan dengan “objek”, mengarahkan perhatian
kepada “objek”, dan memformulasikan pengkajian atas “objek” tersebut. Contohnya
saja dalam komunikasi dengan komunikator minimal dua orang, dalam proses
komunikasi dan tindakan kolektif, setiap komunikator mengorientasikan dirinya
kepada semua (diri dan orang lain). Orientasi hanyalah menunjukkan arah dalam
proses pengambilan peran.
Dalam situasi komunikatif yang normal, terdapat
banyak sekali objek, yang dapat berupa objek lingkungan/pekerjaan, hubungan
sosial itu sendiri, tujuan, orang yang lain, peristiwa, dan apa saja yang
menjadi topic pembicaraan. Dengan begitu objek tidak hanya berupa fisik, tetapi
dapat berupa sesuatu yang abstrak, misalnya saja “cinta” atau “kualitas
kehidupan”.
Komponen tambahan dalam perspektif
interaksional adalah kesearahan. Adanya kesearahan dalam bidang-bidang yang
saling tumpang tindih, dengan diri/orang lain, orang lain/diri, dan objek.
Selama orientasi penafsiran pada komunikator itu sama, maka ada kesearahan.
Selama orientasi seseorang pada suatu objek itu mencerminkan realitas fakta
yang ada, maka orientasi itu tepat, dan orientasi tidak perlu searah.
Lambing merupakan tindakan dan dapat berbentuk
suatu perilaku apapun yang mewakilinya (verbal dan non verbal). Lambing itu
berarti selama lebih dari satu orang, dalam situasi yang sama dapat mengambil
peran dengan hasil-hasil yang sama. Kesamaan dalam pengalaman pengambilan peran
yang dijalankan oleh individu-individu yang berbeda mengandung arti adanya
system sosial yang mempersatukan. Individu-individu itu termasuk dalam system
sosial tersebut atau mengidentifikasikan diri mereka.
Komunikasi manusia selalu terjadi dalam
suatu konteks kultural yang dapat ditentukan.untuk suatu
peristiwa komunikatif, konteksnya mungkin saja seluas kultural nasional, namun
dalam peristiwa yang lain, konteksnya mungkin saja hanya seluas keluarga, atau
masyarakat setempat. Setiap individu termasuk dalam banyak konteks kultural
yang saling tumpang tindihdan menyesuaikan diri kepada sesuatu yang relevan
dari peristiwa komunikatif tertentu. Kita menentukan konteks kultural secara
berbeda-beda bagi situasi komunikasi yang berlainan menyelaraskan lambing kita
dengan konteks tersebut dan melakukan tindakan-tindakan yang kita anggap sesuai
dengan konteks itu.
Menyesuaikan diri bukanlah merupakan komponen
komunikasi, tetapi lebih banyak sebagai prinsip yang memberikan pengarahan.
Komunikator menyesuaikan dirinya dengan yang lain, dengan diri, dengan objek,
dengan situasinya dan dengan peranannya. Setiap komunikator memiliki kemampuan
menjalankan lebih banyak lagi perilaku daripada apa yang sebenarnya ia lakukan
dalam situasi apapun.
Jadi, model interaksional merupakan model
komunikasi yang menekankan bahwa komunikasi berlangsung antara dua orang
komunikator, yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial
tepatnya melalui apa yang disebut pengambilan peran orang lain. Dua orang
komunikator yang saling berkomunikasi akan saling mempelajari perannya, melihat
“diri” dan “diri yang lain/orang lain” dan kemudian persepsinya mengenai dirinya
sendiri dan orang lain itu digunakan untuk menentukan tindakannya terhadap
orang lain. Dalam hal ini, umpan balik atau tanggapan terhadap suatu pesan
sangat penting. Karena dalam menentukan tindakan untuk menanggapi pesan dari
komunikator lain, kita perlu mempelajari peran masing-masing terlebih dahulu.
Model interaksional
berpandangan bahwa komunikasi sebagai pertukaran makna dengan adanya umpan
balik yang menghubungkan sumber dan penerima pesan. Model ini menekankan pada
proses komunikasi dua arah, dari pengirim ( komunikator ) kepada penerima (
komunikan ) dan juga sebaliknya dari penerima ( komunikan ) kepada pengirim (
komunikator ). Dengan adanya komunikasi dua arah, maka seorang komunikator
dapat menjadi komunikan, dan juga sebaliknya komunikan dapat menjadi
komunikator. Berbeda dengan model linear yang hanya menekankan pada proses
komunikasi satu arah, yaitu pesan dikirim melalui pengirim kepada penerima
melalui saliran. Dalam model interaksional komunikasi bagaikan sebuah proses
yang melingkar, sehingga menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung.
Komponen penting sekaligus perbedaan mendasar terhadap model linear dalam model
interaksional adalah umpan balik ( feedback ). Umpan balik dapat berupa verbal
atau pun nonverbal. Sebagai contoh Ani adalah teman sekelas Beni, dan mereka
berdua tergabung dalam sebuah kelompok untuk mengerjakan mata kuliah ekonomi.
Saat hari dimana kelompok mereka harus presentasi, Beni tidak hadir tanpa
keterangan yang jelas. Padahal Beni bertugas membuat power point untuk
presentasi. Ketidakhadiran Beni membuat presentasi menjadi kacau dan akhirnya
batal. Kemudian keesokan harinya Ani menegur Beni dengan nada yang marah,
melimpahkan semua kesalahan kepada Beni tanpa mau mendengar penjelasan Beni
terlebih dahulu. Lalu Beni meminta maaf kepada Ani atas perbuatannya, dan ia
pun mencoba menjelaskan alasan logis mengapa ia tidak hadir saat presentasi.
Namun Ani tidak peduli dengan segala alasan yang Beni lontarkan, melihat
tanggapan Ani yang semakin ketus, maka Beni menjadi naik darah sehingga nada
bicaranya meninggi. Mendengar jawaban Beni dengan nada membentak membuat Ani
semakin marah, kemudian pergi meninggalkan Beni dengan emosi meluap-luap.
Melihat Ani pergi begitu saja tanpa adanya penyelesaian terhadap masalah
tersebut, membuat Beni semakin marah hingga ia menendang kursi.
Dari contoh proses komunikasi yang dilakukan antara Ani dan Beni di atas,
menunjukkan bahwa terjadi komunikasi dua arah. Ani yang pada awalnya sebagai
komunikator dan Beni sebagai komunikan, kemudian berubah ketika Beni memberikan
umpan balik terhadap perkataan Ani. Sehingga Beni berubah menjadi komunikator
dan Ani sebagai komunikan. Begitu seterusnya hingga pada akhirnya Ani
mengakhiri percakapan dengan pergi meninggalkan Beni. Jika dalam model linear,
maka proses komunikasi hanya pada saat Ani menegur Beni dengan nada marah.
Tanpa adanya umpan balik. Beni yang berusaha meminta maaf dan menjelaskan
alasan logis mengapa ia tidak hadir saat presentasi, merupakan umpan balik
dalam bentuk verbal, yaitu berupa kata-kata. Sedangkan tindakan Ani
meninggalkan Beni dengan emosi meluap-luap merupakan umpan balik dalam bentuk
nonverbal, yaitu menekankan pada bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Umpan balik
juga membantu komunikator untuk mengetahui apakah pesan telah tersampaikan atau
tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Karna tujuan orang
berkomunikasi adalah untuk mencapai kesamaan makna pesan. Sehingga dengan umpan
balik maka dapat diketahui sejauh mana tingkat kesamaan makna pesan. Dalam
model interaksional kedudukan pengirim dan penerima pesan sederajat.
Bidang pengalaman ( field of experience
) seperti latar belakang budaya, keturunan, dapat mempengaruhi seseorang dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam model interaksional dua orang yang
memiliki bidang pengalaman yang berbeda, berhubungan satu sama lain, dan
memiliki pemahaman akan bidang pengalaman satu sama lain. Sedangkan dalam model
transaksional dua orang yang berhubungan tidak hanya memahami bidang pengalaman
satu sama lain, namun lebih dalam yaitu mengintegrasikan bidang pengalaman
masing-masing kedalam kehidupan mereka.
Model interaksional memandang hubungan interpersonal sebagai sebuah sistem.
Hubungan interpersonal merupakan hubungan antar pribadi, yang terjadi antara
dua orang. Sedangkan pengertian sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang
dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan ( C.W. Churchman );
sistem adalah prosedur
logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan
dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan (L. James Havery
) . Dalam sebuah sistem terdapat berbagai sub sistem atau
komponen yang saling terkait dalam satu kesatuan guna untuk mencapai
kepentingan bersama. Dalam hubungan interpersonal komponen atau sub sistem
penting adalah bidang pengalaman masing-masing individu. Latar belakang budaya,
pengalaman, keturunan, pendidikan, pengetahuan, cara pandang, cara berkomunikasi,
cara menyikapi masalah yang dimana semua hal tersebut sebagai komponen dalam
hubungan interpersonal berhubungan erat satu sama lain, sehingga jika dapat
terkoordinasi dengan baik, maka tujuan hubungan interpersonal dapat tercapai
dengan baik. Semakin baik sebuah hubungan interpersonal maka efektivitas
komunikasi akan semakin baik pula. Dimana efektivitas komunikasi tersebut
tampak dalam semakin terbukanya masing-masing individu dalam hubungan
interpersonal. Contoh hubungan interpersonal sebagai sebuah sistem, Galih dan
Ratna menjalin hubungan interpersonal sebagai sepasang kekasih. Latar belakang
budaya Galih adalah seorang laki-laki Batak, yang terlahir sebagai anak sulung
dengan banyak saudara kandung. Sedangkan Ratna adalah seorang wanita Jawa, yang
terlahir sebagai anak tunggal. Karena Galih adalah orang Batak, perkataannya
sering kali terkesan kasar, dengan nada bicara yang tinggi, sedangkan Ratna
sebagai orang Jawa cenderung lembut. Galih yang memiliki banyak saudara
kandung, membuat Galih menjadi seseorang yang suka berbagi dan tidak
egois,sehingga ia lebih dewasa dalam memandang dan menyikapi masalah. Sedangkan
Ratna sebagai anak tunggal cenderung egois karena terbiasa dengan keadaan yang
serba ada dan tidak berbagi dengan adik atau kakaknya, sehingga dalam memandang
dan menyikapi masalah cenderung lebih kekanak-kanakan. Dari penjelasan latar
belakang tersebut, Ratna terkadang menyalahartikan perkataan Galih yang
terdengar ketus sehingga menyebabkan pertengkaran dan kesalahpahaman. Saat terjadi
konflik antara mereka berdua Galih cenderung lebih tenang dalam menyikapinya
dan berusaha mencari jalan tengah dalam masalah tersebut, namun Ratna cenderung
lebih meledak-ledak, dan menunda-nunda untuk segera menyelesaikan masalah. Dari
contoh tersebut tampak bahwa latar belakang budaya mempengaruhi cara seseorang
berkomunikasi atau menyampaikan pesan dengan orang lain, Galih yang berbicara
dengan nada tinggi dan kasar, sedangkan Ratna yang berbicara dengan nada
lembut. Latar belakang keturunan mempengaruhi cara pandang dan cara menyikapi
masalah, Galih lebih dewasa sedangkan Ratna lebih kekanak-kanakan. Jika
setiap komponen yang saling terkait dalam hubungan interpersonal antara Galih
dan Ratna dapat dikoordinasikan dengan saling memahami bidang pengalaman
masing-masing dengan baik, maka tujuan bersama dalam hubungan interpersonal
akan tercapai, yaitu keutuhan hubungan.
Perspektif
interaksional menonjolkan keagungan dan nilai individu di atas segala pengaruh
yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling
berhubungan, bermasyarakat, dan buah pikiran.
Dalam
setiap proses penunjukkan diri apapun, individu itu sendiri merupakan objek
penafsiran. Perspektif interaksional tentang komunikasi manusia amat sering dinyatakan
sebagai “komunikasi dialogis” atau komunikasi yang dipandang sebagai dialog.
Perspektif
Interaksional mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik
menanggapi satu sama lain. Umpan balik dan efek bersama merupakan kunci konsep.
Komunikasi sebagai monolog mengandung pandangan mekanistis tentang seseorang
(atau suatu lingkungan) “yang sedang melakukan sesuatu atas” orang yang
lainnya. Perspektif interaksional sendiri lebih banyak menghasilkan diskusi dan
gejolak daripada menghasilkan penelitian-penelitian empiris yang sesungguhnya.
Lebih-lebih lagi, interaksionisme telah menimbulkan kepekaan atau kesadaran
yang makin tinggi di kalangan para anggota masyarakat ilmiah akan kekurangan
perspektif-perspektif yang lebih bersifat tradisional.
Umumnya
penelitian komunikasi yang mencerminkan perspektif interaksional terdiridari
kelompok studi yang relatif terpisah-pisah dalam kerangka studi yang luas, yang
berorientasi pada prinsip yang sama.
Contoh :
Dasa,
seorang siswa SMA sedang memberitahukan masalah BBM kepada temannya, Gowanhi .
Ia memberitahukan bahwa harga premium akan turun bulan Desember mendatang.
Disisi lain, ternyata Gowan juga memikirkan hal yang sama yaitu penurunan harga
premium.
DI BAWAH INI MERUPAKAN GAMBAR DARI MODEL
INTERAKSIONAL :
| |||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar