Rabu, 20 April 2016

TEORI KOMUNIKASI MODEL SCHRAMM




BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Model jelas bukan fenomena itu sendiri. Akan tetapi, peminat komunikasi, termasuk mahasiswa, sering mencampuradukkan model komunikasi dengan fenomena komunikasi.

Hanya saja model tersebut sekaligus mereduksi fenomena komunikasi artinya ada nuansa komunikasi lainnya yang mungkin terabaikan dan tidak terjelaskan oleh model tersebut.
Sehubungan dengan beberapa hal diatas, penulis mengangkat judul “Model-model Komunikasi”. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui model-model komunikasi.

1.2 Tujuan
a) Menambah pengetahuan penulis dan pembaca
b) Agar pembaca mengetahui model komunikasi Schramm

1.3 Manfaat
a) Meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca
b) Mengetahui dan memahami model komunikasi Schramm



BAB II
PEMBAHASAN

Model komunikasi adalah representasi fenomena komunikasi dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting guna memahami suatu proses komunikasi.
Menurut Sereno dan Mortensen, suatu model komunikasi adalah deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan, model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.
Sebagian ahli memaknai model sebagai penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar. Karena itu, hakikatnnya model adalah alat bantu. Sebagai alat bantu, model mempermudah penjelasan fenomena komunikasi dengan mempresentasikan secara abstrak ciri-ciri yang dianggap penting dan menghilangkan rincian yang tidak perlu.
Karena hubungan antara model dengan teori begitu erat, model sering dicampuradukkan dengan teori. Kita dapat menggunakan kata-kata, angka, simbol, dan gambar untuk melukiskan model suatu objek, teori atau proses.
Dilihat dari bentuknya, model komunikasi dasar yang akan kita bahas adalah :
  • Model komunikasi Wilburn Schramm
  • Model komunikasi Interaksional


Wilbur Schramm (1954) merupakan orang pertama yang mengubah model Shannon and Weaver. Ia memiliki konsep decoding dan encoding sebagai aktivitas yang dilakukan secara simultan oleh pengirim dan penerima, Wilbur juga membuat ketentuan-ketentuan untuk pertukaran dua arah pesan.
  • Schramm memberikan gagasan tambahan “field of experience”, atau kerangka acuan psikologis, hal ini merujuk pada jenis orientasi atau sikap dari interactants (orang yang berinteraksi) mempertahankan terhadap satu sama lain.
  • Termasuk Feedback

          Komunikasi timbal balik, dua arah, meskipun umpan balik mungkin tertunda :
  1. Beberapa metode-metode komunikasi yang sangat langsung, seperti ketika Anda berbicara dan direspon langsung oleh seseorang.
  2. Bentuk lain yang cukup langsung seperti menggeliat ketika pembicara terus menerus bericara, mengerutkan hidung dan menggaruk kepala bila pesan terlalu abstrak atau mengubah posisi tubuh anda ketika anda berpikir bahwa sudah giliran anda berbicara.
  3. Masih jenis lain umpan balik yang  sama sekali tidak langsung.
Dalam model Schramm dia catatan, seperti yang dilakukan Aristoteles, komunikasi yang selalu membutuhkan tiga elemen - sumber, pesan dan tujuan. Idealnya, sumber encode pesan dan mengirimkannya ke tempat tujuan melalui beberapa saluran, di mana pesan telah diterima dan diterjemahkan.
Namun mengambil aspek-aspek sosiologis yang terlibat dalam komunikasi menjadi pertimbangan, Schramm menunjukkan bahwa untuk memahami berlangsung antara sumber dan tujuan, mereka harus memiliki sesuatu yang sama.



          
  Jika sumber dan tujuan bidang tentang pengalaman tumpang tindih, komunikasi dapat terjadi Jika tidak ada tumpang tindih, atau hanya sebuah area kecil yang sama, komunikasi sulit. jika tidak mustahil.

            Selama bertahun-tahun penyuluh koperasi jasa yang dikembangkan keterampilan yang cukup besar dalam berkomunikasi dengan kelas menengah yang besar Amerika. Keberhasilan itu dapat dimengerti. Sejumlah besar penyuluh berasal dari kelas menengah, dan ada banyak  tumpang tindih antara komunikator penyuluhan dan penonton kelas menengah.

            Namun, di tahun 1960-an, masa menumbuhkan kesadaran sosial, penyuluh banyak yang menantang - bahkan diwajibkan - untuk bekerja dengan khalayak yang "kurang beruntung". Banyak penyuluh kelas menengah sulit untuk berkomunikasi dengan penonton yang kurang beruntung. Dalam banyak kasus, hanya ada kecil tumpang tindih dalam bidang pengalaman sumber dan penerima yang kurang beruntung.

            Perpanjangan bertemu tantangan komunikasi untuk gelar dengan menggunakan individu dari target audiens yang kurang beruntung, melatih mereka, dan pada gilirannya memungkinkan mereka untuk menyediakan hubungan komunikasi penting. Mereka karyawan diberikan judul seperti pembantu pemimpin, asisten gizi, paraprofesional yang membantunya dan nama-nama seperti lainnya.
            Untuk berpikir berakhir, mari kita kembali lagi ke ide bahwa komunikasi yang sukses tergantung pada penerima. Sebagai sumber komunikasi, kita bisa menghabiskan banyak waktu untuk menyiapkan pesan dan di saluran memilih, tetapi jika penerima tidak mendapatkan pesan, kami tidak dikomunikasikan.






Contoh model Schramm tumpang tindih :
·         Seorang mahasiswa jurusan komunikasi dari universitas STIKOM  bertemu dengan seorang mahasiswa jurusan komunikasi  dari universitas yang berbeda disitu terjadilah komunikasi,  dengan sukses  karena  memiliki pengalaman yang sama akan lebih mudah untuk berkomunikasi.
Schramm membuat serangkai model komunikasi, dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu.
Model yang pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua, Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran-lah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Model ketiga, Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyendi-balik, mentransmisikan dan menerima sinyal.
Di sini kita melihat umpan balik dan ”lingkaran” yang berkelanjutan untuk berbagi informasi. Pada model ketiga ini, Schramm bekerjasama dengan Osgood sehingga dikenal sebagai model sirkular Osgood dan Schramm (The Osgood and Schramm Circular Model). Jika model Shannon dan Weaver merupakan proses yang linear, model ini dinilai sebagai sirkular dalam derajat yang tinggi. Perbedaan lainnya ialah apabila Shannon dan Weaver menitikberatkan perhatiannya langsung kepada saluran yang menghubungkan pengirim (sender) dan penerima (receiver) atau dengan kata lain, komunikator dan komunikan. Schramm dan Osgood menitikberatkan pembahasannya pada perilaku pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi. Shannon dan Weaver membedakan source dengan transmitter dan antara receiver dengan distination. Dengan kata lain, dua fungsi dipenuhi pada sisi pengiriman (transmitting) dan pada sisi penerimaan (receiving) dari proses. Pada Schramm dan Osgood ditunjukkan fungsinya yang hampir sama. Digambarkan dua pihak berperilaku sama, yaitu encoding (menyandi), decoding (menyandi-balik) dan interpreting (menafsirkan).

DI BAWAH INI MERUPAKAN GAMBAR DARI MODEL SCHARMM :





MODEL INTERAKSIONAL

Komunikator interaksional merupakan penggabungan yang kompleks dari individualism sosial; yakni seorang individu yang mengembangkan potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial. Sebagai diri sosial, istilah yang menggambarkan individualitas komunikator adalah peran. Peran dan diri (diri sosial) berkembang hanya melalui interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain, sejak individu mencari perannya dalam masyarakat, dalam berhubungan dengan orang lain, ia berada dalam proses pengembangan diri dengan mengambil peran “orang lain” dan mengamati “diri” sebagai objek orientasinya. Pengalaman dan perilaku yang berulang-ulang dalam waktu lama mempengaruhi penilaiannya terhadap diri sendiri. Jadi, komunikator dalam model interaksional itu sedang melaksanakan atau melakukan peran. Sebagian dari perilaku perannya melibatkan pengambilan peran. Komunikator memandang dirinya dari perspektif “orang lain” serta memandang orang lain dari perspektif dirinya. Karena itu komunikator dapat menyesuaikan perilaku dengan orang lain dengan menyelaraskan tindakan tersebut dengan tindakan orang lain. Komunikator merupakan actor dalam dan pengamat pada proses komunikatif. Tugasnya adalah mengamati diri(sebagai objek) dan orang lain, dan untuk menyesuaikan perilakunya sesuai dengan itu.
Dalam proses pengambilan peran dan penyelarasan perilaku, secara jelas komunikator berhubungan dengan “objek”, mengarahkan perhatian kepada “objek”, dan memformulasikan pengkajian atas “objek” tersebut. Contohnya saja dalam komunikasi dengan komunikator minimal dua orang, dalam proses komunikasi dan tindakan kolektif, setiap komunikator mengorientasikan dirinya kepada semua (diri dan orang lain). Orientasi hanyalah menunjukkan arah dalam proses pengambilan peran.
Dalam situasi komunikatif yang normal, terdapat banyak sekali objek, yang dapat berupa objek lingkungan/pekerjaan, hubungan sosial itu sendiri, tujuan, orang yang lain, peristiwa, dan apa saja yang menjadi topic pembicaraan. Dengan begitu objek tidak hanya berupa fisik, tetapi dapat berupa sesuatu yang abstrak, misalnya saja “cinta” atau “kualitas kehidupan”.
Komponen tambahan dalam perspektif interaksional adalah kesearahan. Adanya kesearahan dalam bidang-bidang yang saling tumpang tindih, dengan diri/orang lain, orang lain/diri, dan objek. Selama orientasi penafsiran pada komunikator itu sama, maka ada kesearahan. Selama orientasi seseorang pada suatu objek itu mencerminkan realitas fakta yang ada, maka orientasi itu tepat, dan orientasi tidak perlu searah.
Lambing merupakan tindakan dan dapat berbentuk suatu perilaku apapun yang mewakilinya (verbal dan non verbal). Lambing itu berarti selama lebih dari satu orang, dalam situasi yang sama dapat mengambil peran dengan hasil-hasil yang sama. Kesamaan dalam pengalaman pengambilan peran yang dijalankan oleh individu-individu yang berbeda mengandung arti adanya system sosial yang mempersatukan. Individu-individu itu termasuk dalam system sosial tersebut atau mengidentifikasikan diri mereka.
Komunikasi manusia selalu terjadi dalam suatu konteks kultural yang dapat ditentukan.untuk suatu peristiwa komunikatif, konteksnya mungkin saja seluas kultural nasional, namun dalam peristiwa yang lain, konteksnya mungkin saja hanya seluas keluarga, atau masyarakat setempat. Setiap individu termasuk dalam banyak konteks kultural yang saling tumpang tindihdan menyesuaikan diri kepada sesuatu yang relevan dari peristiwa komunikatif tertentu. Kita menentukan konteks kultural secara berbeda-beda bagi situasi komunikasi yang berlainan menyelaraskan lambing kita dengan konteks tersebut dan melakukan tindakan-tindakan yang kita anggap sesuai dengan konteks itu.
Menyesuaikan diri bukanlah merupakan komponen komunikasi, tetapi lebih banyak sebagai prinsip yang memberikan pengarahan. Komunikator menyesuaikan dirinya dengan yang lain, dengan diri, dengan objek, dengan situasinya dan dengan peranannya. Setiap komunikator memiliki kemampuan menjalankan lebih banyak lagi perilaku daripada apa yang sebenarnya ia lakukan dalam situasi apapun.
Jadi, model interaksional merupakan model komunikasi yang menekankan bahwa komunikasi berlangsung antara dua orang komunikator, yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial tepatnya melalui apa yang disebut pengambilan peran orang lain. Dua orang komunikator yang saling berkomunikasi akan saling mempelajari perannya, melihat “diri” dan “diri yang lain/orang lain” dan kemudian persepsinya mengenai dirinya sendiri dan orang lain itu digunakan untuk menentukan tindakannya terhadap orang lain. Dalam hal ini, umpan balik atau tanggapan terhadap suatu pesan sangat penting. Karena dalam menentukan tindakan untuk menanggapi pesan dari komunikator lain, kita perlu mempelajari peran masing-masing terlebih dahulu.
Model interaksional berpandangan bahwa komunikasi sebagai pertukaran makna dengan adanya umpan balik yang menghubungkan sumber dan penerima pesan. Model ini menekankan pada proses komunikasi dua arah, dari pengirim ( komunikator ) kepada penerima ( komunikan ) dan juga sebaliknya dari penerima ( komunikan ) kepada pengirim ( komunikator ). Dengan adanya komunikasi dua arah, maka seorang komunikator dapat menjadi komunikan, dan juga sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator. Berbeda dengan model linear yang hanya menekankan pada proses komunikasi satu arah, yaitu pesan dikirim melalui pengirim kepada penerima melalui saliran. Dalam model interaksional komunikasi bagaikan sebuah proses yang melingkar, sehingga menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Komponen penting sekaligus perbedaan mendasar terhadap model linear dalam model interaksional adalah umpan balik ( feedback ). Umpan balik dapat berupa verbal atau pun nonverbal. Sebagai contoh Ani adalah teman sekelas Beni, dan mereka berdua tergabung dalam sebuah kelompok untuk mengerjakan mata kuliah ekonomi. Saat hari dimana kelompok mereka harus presentasi, Beni tidak hadir tanpa keterangan yang jelas. Padahal Beni bertugas membuat power point untuk presentasi. Ketidakhadiran Beni membuat presentasi menjadi kacau dan akhirnya batal. Kemudian keesokan harinya Ani menegur Beni dengan nada yang marah, melimpahkan semua kesalahan kepada Beni tanpa mau mendengar penjelasan Beni terlebih dahulu. Lalu Beni meminta maaf kepada Ani atas perbuatannya, dan ia pun mencoba menjelaskan alasan logis mengapa ia tidak hadir saat presentasi. Namun Ani tidak peduli dengan segala alasan yang Beni lontarkan, melihat tanggapan Ani yang semakin ketus, maka Beni menjadi naik darah sehingga nada bicaranya meninggi. Mendengar jawaban Beni dengan nada membentak membuat Ani semakin marah, kemudian pergi meninggalkan Beni dengan emosi meluap-luap. Melihat Ani pergi begitu saja tanpa adanya penyelesaian terhadap masalah tersebut, membuat Beni semakin marah hingga ia menendang kursi.
            Dari contoh proses komunikasi yang dilakukan antara Ani dan Beni di atas, menunjukkan bahwa terjadi komunikasi dua arah. Ani yang pada awalnya sebagai komunikator dan Beni sebagai komunikan, kemudian berubah ketika Beni memberikan umpan balik terhadap perkataan Ani. Sehingga Beni berubah menjadi komunikator dan Ani sebagai komunikan. Begitu seterusnya hingga pada akhirnya Ani mengakhiri percakapan dengan pergi meninggalkan Beni. Jika dalam model linear, maka proses komunikasi hanya pada saat Ani menegur Beni dengan nada marah. Tanpa adanya umpan balik. Beni yang berusaha meminta maaf dan menjelaskan alasan logis mengapa ia tidak hadir saat presentasi, merupakan umpan balik dalam bentuk verbal, yaitu berupa kata-kata. Sedangkan tindakan Ani meninggalkan Beni dengan emosi meluap-luap merupakan umpan balik dalam bentuk nonverbal, yaitu menekankan pada bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Umpan balik juga membantu komunikator untuk mengetahui apakah pesan telah tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Karna tujuan orang berkomunikasi adalah untuk mencapai kesamaan makna pesan. Sehingga dengan umpan balik maka dapat diketahui sejauh mana tingkat kesamaan makna pesan. Dalam model interaksional kedudukan pengirim dan penerima pesan sederajat.
           
Bidang pengalaman ( field of experience ) seperti latar belakang budaya, keturunan, dapat mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dalam model interaksional dua orang yang memiliki bidang pengalaman yang berbeda, berhubungan satu sama lain, dan memiliki pemahaman akan bidang pengalaman satu sama lain. Sedangkan dalam model transaksional dua orang yang berhubungan tidak hanya memahami bidang pengalaman satu sama lain, namun lebih dalam yaitu mengintegrasikan bidang pengalaman masing-masing kedalam kehidupan mereka.
            Model interaksional memandang hubungan interpersonal sebagai sebuah sistem. Hubungan interpersonal merupakan hubungan antar pribadi, yang terjadi antara dua orang. Sedangkan pengertian sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan ( C.W. Churchman ); sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan (L. James Havery ) . Dalam sebuah sistem terdapat berbagai sub sistem atau komponen yang saling terkait dalam satu kesatuan guna untuk mencapai kepentingan bersama. Dalam hubungan interpersonal komponen atau sub sistem penting adalah bidang pengalaman masing-masing individu. Latar belakang budaya, pengalaman, keturunan, pendidikan, pengetahuan, cara pandang, cara berkomunikasi, cara menyikapi masalah yang dimana semua hal tersebut sebagai komponen dalam hubungan interpersonal berhubungan erat satu sama lain, sehingga jika dapat terkoordinasi dengan baik, maka tujuan hubungan interpersonal dapat tercapai dengan baik. Semakin baik sebuah hubungan interpersonal maka efektivitas komunikasi akan semakin baik pula. Dimana efektivitas komunikasi tersebut tampak dalam semakin terbukanya masing-masing individu dalam hubungan interpersonal. Contoh hubungan interpersonal sebagai sebuah sistem, Galih dan Ratna menjalin hubungan interpersonal sebagai sepasang kekasih. Latar belakang budaya Galih adalah seorang laki-laki Batak, yang terlahir sebagai anak sulung dengan banyak saudara kandung. Sedangkan Ratna adalah seorang wanita Jawa, yang terlahir sebagai anak tunggal. Karena Galih adalah orang Batak, perkataannya sering kali terkesan kasar, dengan nada bicara yang tinggi, sedangkan Ratna sebagai orang Jawa cenderung lembut. Galih yang memiliki banyak saudara kandung, membuat Galih menjadi seseorang yang suka berbagi dan tidak egois,sehingga ia lebih dewasa dalam memandang dan menyikapi masalah. Sedangkan Ratna sebagai anak tunggal cenderung egois karena terbiasa dengan keadaan yang serba ada dan tidak berbagi dengan adik atau kakaknya, sehingga dalam memandang dan menyikapi masalah cenderung lebih kekanak-kanakan. Dari penjelasan latar belakang tersebut, Ratna terkadang menyalahartikan perkataan Galih yang terdengar ketus sehingga menyebabkan pertengkaran dan kesalahpahaman. Saat terjadi konflik antara mereka berdua Galih cenderung lebih tenang dalam menyikapinya dan berusaha mencari jalan tengah dalam masalah tersebut, namun Ratna cenderung lebih meledak-ledak, dan menunda-nunda untuk segera menyelesaikan masalah. Dari contoh tersebut tampak bahwa latar belakang budaya mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi atau menyampaikan pesan dengan orang lain, Galih yang berbicara dengan nada tinggi dan kasar, sedangkan Ratna yang berbicara dengan nada lembut. Latar belakang keturunan mempengaruhi cara pandang dan cara menyikapi masalah,  Galih lebih dewasa sedangkan Ratna lebih kekanak-kanakan. Jika setiap komponen yang saling terkait dalam hubungan interpersonal antara Galih dan Ratna dapat dikoordinasikan dengan saling memahami bidang pengalaman masing-masing dengan baik, maka tujuan bersama dalam hubungan interpersonal akan tercapai, yaitu keutuhan hubungan.
  • Perspektif Interaksional
Perspektif interaksional menonjolkan keagungan dan nilai individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, bermasyarakat, dan buah pikiran.
Dalam setiap proses penunjukkan diri apapun, individu itu sendiri merupakan objek penafsiran. Perspektif interaksional tentang komunikasi manusia amat sering dinyatakan sebagai “komunikasi dialogis” atau komunikasi yang dipandang sebagai dialog.
Perspektif Interaksional mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Umpan balik dan efek bersama merupakan kunci konsep. Komunikasi sebagai monolog mengandung pandangan mekanistis tentang seseorang (atau suatu lingkungan) “yang sedang melakukan sesuatu atas” orang yang lainnya. Perspektif interaksional sendiri lebih banyak menghasilkan diskusi dan gejolak daripada menghasilkan penelitian-penelitian empiris yang sesungguhnya. Lebih-lebih lagi, interaksionisme telah menimbulkan kepekaan atau kesadaran yang makin tinggi di kalangan para anggota masyarakat ilmiah akan kekurangan perspektif-perspektif yang lebih bersifat tradisional.
Umumnya penelitian komunikasi yang mencerminkan perspektif interaksional terdiridari kelompok studi yang relatif terpisah-pisah dalam kerangka studi yang luas, yang berorientasi pada prinsip yang sama.
Contoh :
Dasa, seorang siswa SMA sedang memberitahukan masalah BBM kepada temannya, Gowanhi . Ia memberitahukan bahwa harga premium akan turun bulan Desember mendatang. Disisi lain, ternyata Gowan juga memikirkan hal yang sama yaitu penurunan harga premium.

DI BAWAH INI MERUPAKAN GAMBAR DARI MODEL INTERAKSIONAL :


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar